Suku Laut Tajur Biru, Kabupaten Lingga (doc) |
Catatan Kecilku
Nilai budaya yang dimiliki oleh setiap masyarakat, memiliki kekayaan yang begitu besar nilainya. Akan tetapi seiring perkembangan zaman upaya pelstariannyapun mulai luntur, bisa jadi dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun faktor internal masyarakat itu sendiri.
Pelestarian merupakan proses atau tehnik yang didasarkan pada kebutuhan individu itu sendiri. Kelestarian tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya penopang. Oleh karena itu harus dikembangkan pula, dengan apa caranya karena melestarikan suatu kebudayaan pun dengan cara mendalami atau paling tidak mengetahui tentang budaya itu sendiri.
Dengan keadaaan yang kita alami sekarang ini. Kita disudutkan dengan situasi dilema yang begitu besar. Bagaimana tidak, semakin lajunya arus kemajuan perkembangan dunia. Melaju pula arus peradaban negeri ini. Hingga mengharuskan kita berusaha mengubah pola yang dulu pernah kita lakukan dan beralih kepada pola baru yang kita dapat. Ya Akulturasi kebudayaan, sama persis bisa menghilangkan kebudayaan asli. Peradaban dan tradisi semakin tercecer tergerus.
Terkhusus di Riau Kepulauan. Di Kabupaten Lingga sendiri pergeseran itu perlahan - lahan mulai tampak pada peradaban suku laut. Situasi ini yang paling mudah kita jumpai. Bisa kita bandingkan dengan pola hidup berdasarkan cerita orang-orang tua bagaimana suku laut itu. Namun sayangnya pola itu mulai luntur.
Suku laut Tajur Biru, Kabupaten Lingga (doc) |
Mungkin 10 tahun yang lalu, pola hidup bersampan orang suku laut sangat mudah dijumpai. Ratusan pulau di Kabupaten Lingga pernah mereka jejaki hanya dengan kebiasaan hidup nomaden. Mereka tidak perlu mewah, cukup dengan hasil pencarian hari ini, cukup pula buat makan sehari. Namun mereka bisa membentuk kekompakan dan sikap kekeluargaan dirasakan satu dan yang lain. Bisa kita lihat saat mereka hidup dalam kelompok-kelompok.
Semakin maju kedepan, berbagai program penyetaraan layak hidup mulai menjangkau sampai ke pelosok negeri. Termasuk suku laut di Lingga. Progam Suku Adat Terpencil (KAT) dari pemerintah mulai merambah sedikit demi sedikit bagaimana itu kemajuan peradaban. Pola hidup lama orang laut semakin terkikis. Mereka sudah mengenal apa itu milenium.
Hidup nomaden yaang sekian abad dilakuan mulai punah, sulit dijumpai. Hidup berburu untuk makan sehari mulai hilang. Mungkin kekompakan pada diri merekapun bila digali pasti memudar.
Zaman ini, mereka sudah mengenal beragam kemajuan zaman. Mereka sudah tahu rumah tetap didaratan, bukan lagi sampan. Mereka tidak lagi memakai atribut khas mereka, sebab mereka sudah mengenal beragam barang baru bahkan peralatan elektronik canggih. Sayangnya lagi terlebih bahasa suku, yang hanya sedikit sekali dijumpai yang bisa menggunakannya lagi.
Mereka layak dijadikan manusia peradaban ini. Mereka layak hidup dengan kesetaraan karena bagaimanapun hal tersebut telah diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 28 A sampai J tentang Hak Asasi Manusia. Salah satu hak diakui sebagai warga negara dan hak pendidikan yang merupakan suatu proses yang harus mereka jumpai dan mereka tempuhi sebagai warga negara.
Perbandingan yang sangat drastis bukan. Sebab kita bisa melihat itu sekitar beberapa tahun belakangan namun belum seperempat abad hal itu mulai langka. Mungkin 10, 20 atau 30 tahun lagi, kebudayaan dan pola hidup nomaden sang pengembara laut akan benar-benar langka bahkan hilang disapu gelombang perkembangan zaman ???
Anak-anak suku Laut Tajur Biru, Kabupaten Lingga (doc) |
Lantas siapakan yang salah dalam hal ini ?
Pemerintahkah yang salah karena terlalu cepat dengan kemajuan dan mendoktrin kemajuan itu kepada mereka ??? Ataukah kita yang ingin mereka tetap bertahan dengan pola hidup mereka karena merupakan suatu kekayaan Bumi Bunda Tanah Melayu ??
Mungkin kita yang hidup di zaman milenium ini akan bertanya hal itu. Tapi bagaimana dengan pola penyetaraan hidup setiap warga negara ??
Satu sisi kita memang tidak mungkin membiarkan ini menjadi sejarah. Satu sisi kita juga tidak bisa membiarkan mereka hidup dengan ketertinggalan. Dengan kata setiap kehidupan pasti mengenal sejarah. Namun siapakah yang mampu menjadi penopang untuk mempertahankan budaya mereka, akulturasi dan kemajuan ini.
Pemerintah memang benar dengan kesetaraan hidup warga negara. Masyarakat memang benar dengan kesinambungan hidup. Aktivis memang benar dengan upaya memperhatikan dan mengajak kearah lebih maju. Dan mereka (suku laut) memang benar, jika bertahan tertinggal dan jika ikut, mereka meninggalkan ciri mereka sendiri.
Dilema, itu yang saat ini kita rasakan. Tidak ada yang salah, hanya saja kita butuh cara bagaimana menjalankan dua hal ini tanpa ada yang hilang dan dikorbankan. Upaya apa saja yang bisa dilakukan oleh kaum generasi muda saat ini terutama dalam melestarikan dan menjaga eksistensi nilai budaya itu agar tidak luntur ? Ini masih jadi tanda tanya. (Arpa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar